Kekhawatiran, Pandemi, dan Buku. Aku Mampu Beradaptasi.
“A good book is an event in my life” - Stendhal
Pandemi mengharuskan semua individu tanpa
terkecuali menghentikan segala perubahan yang sedang diusahakan, baik berhenti
secara sementara atau menggantikannya dengan alternatif lain.
Hai perkenalkan saya Rian. Saat ini saya
berusia 25 tahun, usia dimana sebagian individu seusia saya sedang sama-sama
mempertanyakan hidup yang sedang dijalani, begitupun saya. Jalan didepan bagi
saya masih terlihat abu-abu, saya tidak tahu kemana sebaiknya saya
melangkah dan bagaimana saya dapat menuju kesana. Jadilah saya perlu mencoba
beberapa jalan untuk langkah pertama saya. Disaat pandemi ini tanpa peringatan
hadir, saya sedang berusaha mengambil langkah pertama saya untuk mencari
pekerjaan dan mencari beasiswa untuk melanjutkan mimpi saya mendapatkan gelar
magister. “Jika tidak bekerja saya ingin melanjutkan pendidikan akademis” pikir
saya.
Namun bukan hidup namanya jika semua
rencana manusia selalu menjadi kenyataan. Beasiswa gagal saya dapatkan dan
pekerjaan yang sedang sulit dicari saat pandemi mengharuskan saya berhenti. Jalan
didepan serasa semakin bertambah buram, bahkan langkah pertamapun belum dapat
diambil.
Beberapa aktivitas saya coba lakukan
mengisi kekosongan yang entah akan berlangsung sampai kapan itu. Membaca buku
salah satunya. Sejujurnya buku sudah menjadi sahabat lama saya, namun kesibukan
dan berbagai ambisi masa muda sempat membuat saya sedikit melupakannya. Waktu
luang, kekalutan pikiran serta semangat untuk tetap berubah menjadi individu
yang lebih baik, memotivasi saya untuk membangun kembali kebiasaan membaca buku
minimal 10 lembar setiap hari. Berbagai sumber telah lama menyampaikan bahwa membaca
buku dapat meningkatkan kemampuan otak yang berbanding lurus dengan peningkatan
kesehatan fisik dan kesehatan mental.
Selama pandemi ditahun 2020 saya mencoba
mengeksplore berbagai genre buku, dan setiap buku tentu saja memberikan
maknanya masing-masing bagi saya. Namun dua buku yang diterbitkan oleh Gramedia
Pustaka Utama berikut, bagi saya serasa menjadi patner yang tepat dalam menghadapi
berbagai kekhawatiran yang sedang saya rasakan selama pandemi.
Buku yang pertama adalah Sang Alkemis karya
Paulo Coelho. Buku ini telah banyak direkomendasikan oleh beberapa tokoh
penting, termasuk oleh SUGA BTS, yang belakangan sedang sering saya nikmati
karya-karyanya. Buku ini sejujurnya bukanlah buku yang memberikan cerita fiksi
yang ‘megah’, namun keserhanaan ceritanya membuat saya merasa dekat, namun
tentu saja tetap sarat akan makna.
Secara singkat buku ini menceritakan
perjalanan Santiago, seorang gembala di Andalusia, menuju ke Piramida di Mesir
untuk mencari harta karun yang selama ini beberapa kali muncul dimimpinya.
Premis utama buku ini adalah berbagai dilema yang dialami Santiago diantara
melakukan perjalanan mewujudkan mimpi yang masih belum pasti ataukah hidup
nyaman saja bersama gembalaan, barang dagangan serta orang yang ia cintai.
Dan ketika Santiago memilih melakukan
perjalanan untuk mewujudkan mimpi bukan berarti semua pintu terbuka begitu
saja, selalu ada kesulitan yang dihadapi namun tentu perlu ditaklukan. Santiago
harus menghadapi berbagai kesulitan mulai dari ditipu oleh orang asing di
dermaga hingga melalui perjalanan melewati padang pasir dengan segala intrik
kehidupan di dalamnya. Namun meskipun bukan perjalanan yang mudah, beruntungnya
Santiago juga dipertemukan dengan beberapa tokoh lain, termasuk Sang Alkemis,
yang merubah perspektifnya terhadap dunia.
Diakhir cerita, bagi saya bukan harta
karun yang paling berharga yang diperoleh Santiago, namun sebuah perjalanan
yang memberikannya berbagai perspektif baru tentang dirinya dan dunia
sekitarnya yang menjadikannya pribadi yang lebih tangguh dan percaya diri. Bukan
hanya perjalanan menemukan harta karun namun juga perjalanan untuk menemukan
pemahaman diri yang lebih dalam lagi.
Selain pemahaman untuk berani mewujudkan
mimpi, saya juga banyak belajar tentang bagaimana menikmati momen saat ini dan
disini. Salah satu kutipan yang paling berkesan bagi saya dalam buku ini, "Aku
tidak hidup di masa lalu ataupun di masa depan. Aku hanya tertarik pada saat
ini. Berbahagialah orang yang bisa berkonsentrasi hanya untuk saat ini. Akan
kaulihat bahwa di gurun ini pun ada kehidupan, di langit sana bintang-bintang
bersinar, dan suku-suku berperang karena mereka bagian dari umat manusia. Hidup
ini akan terasa seperti pesta bagimu, suatu festival meriah, sebab hidup ini
adalah saat yang kita jalani sekarang ini.".
Kutipan tersebut dapat dimaknai dengan
bijak bagi kekhawatiran yang sedang saya alami. Saat tidak mampu mewujudkan
berbagai mimpi akibat pandemi serta bagaimana saya belum mampu mengambil
langkah pertama bagi fase kehidupan saya selanjutnya, membuat saya selalu
dibanjiri kekhawatiran tentang masa depan seperti apa yang akan saya jalani
serta keraguan tentang keputusan yang sudah saya ambil sebelumnya. Namun,
perjalanan Santiago dalam buku ini mengajak saya untuk lebih menikmati momen
saat ini dan disini namun tetap pantang menyerah untuk mewujudkan mimpi.
Kehidupan didepan mungkin lebih baik,
sama saja, ataupun lebih tidak baik, namun semuanya hanyalah sebuah siklus
kehidupan. Kesedihan dan kegembiraan adalah sama-sama bagian dari kehidupan. Tidak ada yang abadi dalam kehidupan,
begitu pula masa sulit dan masa senang. Mereka akan terus ada silih berganti.
Terlalu sibuk mengkhawatirkan masa depan dan menyesali masa lalu
terkadang menjadikan kita tidak dapat hadir seutuhnya pada momen saat ini dan
disini. Nyatanya saat mencoba lebih menikmati berbagai momen saat ini dan
disini, terdapat berbagai hal-hal kecil yang sepertinya lupa saya syukuri.
Kesehatan fisik dan mental, kemampuan berfikir rasional, keluarga yang sehat
dan harmonis, sahabat-sahabat tempat bertukar pikiran, kamar tidur yang nyaman, juga buku-buku insipiratif yang dapat
dibaca. Alhamdulillah. Saya bertekad untuk bekerja keras mewujudkan mimpi saya
namun tetap hidup dan menikmati momen saat ini dan disini. Saya tidak ingin
terlalu ambisius berlari kedepan hingga lupa menikmati betapa indahnya
perjalanan yang sedang saya tempuh.
Buku kedua yang menjadi teman terbaik
beradaptasi saya selama pandemi adalah Atomic Habits karya James Clear. Dalam buku
ini, James membagikan perspektif mengenai bagaimana cara membangun sebuah
kebiasaan positif melalui langkah-langkah kecil sehingga pembaca dapat mencapai
tujuan janga panjang yang telah ditetapkan.
Kebanyakan dari kita selama ini mungkin
mengira perubahan hidup hanya dapat dilakukan melalui gebrakan-gebrakan besar.
Nyatanya perubahan hidup menjadi lebih baik dapat dimulai dari membangun
kebiasaan-kebiasaan kecil. Di awal buku, James Clear menjelaskan bagaimana
perubahan konsisten meskipun hanya 1% setiap harinya selama satu tahun akan
menjadikan kualitas hidup kita 37 kali lebih baik. Sedangkan 1% kebiasaan buruk
yang dilakukan konsisten selama satu tahun akan menjadikan penurunan kualitas
hidup menjadi 0.03 lebih buruk.
Selanjutnya James menjelaskan empat poin
penting dalam membangun sebuah kebiasaan yaitu membuat kebiasaan tersebut
menjadi kebiasaan yang jelas, menarik, mudah dan memuaskan.
Buku ini juga ditulis dengan menyertakan
bukti-bukti ilmiah dari berbagai disiplin ilmu seperti, ilmu sains, psikologi
dan filosofi. Dilengkapi juga dengan grafik, diagram, tabel dan kurva sehingga
memudahkan kita sebagai pembaca memvisualisasikan perspektif yang disampaikan
penulis. Buku ini bukan hanya menampilkan konsep tentang kebiasaan semata,
namun juga disertai berbagai contoh yang mudah diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari sehingga pembaca lebih mudah untuk memahami dan menerapkannya
secara langsung. James memberikan contoh diantaranya seperti saat kita ingin membangun
kebiasaan membaca buku sebelum tidur, kita dapat menciptakan lingkungan yang
mendukung kebiasaan baru tersebut dengan meletakkan buku diatas bantal,
sehingga sebelum tidur secara otomatis kita akan membaca buku.
Selain pembahasan mengenai kebiasaan,
saya juga sangat menggagumi perspektif penulis tentang pencapaian tujuan. Dalam
buku ini, penulis menjelaskan perlunya kita untuk lebih fokus pada proses
ataupun sistem yang sedang kita bangun melalui perubahan kebiasaan daripada
pencapaian terhadap tujuan tertentu. Hal ini karena saat kita hanya
menggantungkan kebahagiaan pada pencapaian tujuan tertentu, proses perubahan
yang terjadi hanya akan terjadi sesaat, saat tujuan telah tercapai kita akan
berhenti. Kebahagian yang diidentikkan dengan pencapaian tujuan juga akan
membatasi definisi bahagia bagi kita, padahal kebahagian pada dasarnya tetap dapat
kita rasakan selama kita menikmati proses mencapai tujuan.
Perspektif James tersebut banyak
memperkaya perspektif saya terhadap kehidupan yang sedang saya jalani. Daripada
terus menerus memusatkan perhatian pada ketidakpastian masa depan seperti apa
yang akan saya jalani serta keraguan tentang keputusan yang sudah saya ambil
pada masa lalu, lebih baik saya mulai membangun kebiasaan-kebiasaan baik yang
meskipun tampak kecil dan tidak berdampak saat ini, namun mungkin akan menjadi salah
satu pembentuk kesuksesan saya di masa mendatang.
Setelah membaca Atomic Habits saya mulai
membangun kebiasaan-kebiasaan yang saya nilai dapat bermanfaat bagi kehidupan
saya kedepannya. Selain membaca buku minimal 10 lembar setiap hari, saya juga
mulai membiasakan minum segelas air putih sesaat setelah bangun tidur, bersepeda
dan workout dipagi atau sore hari, menonton video Ted Talk di sore hari, melakukan
self –talk setiap hari, hingga menulis jurnal setiap malam sebelum tidur. Sekarang,
saat melihat kebelakang saya merasa bersyukur telah memulai membangun
kebiasaan-kebiasaan tersebut yang akhirnya telah membentuk siapa saya hari ini.
Membaca
buku menjadi salah satu hal yang paling saya syukuri di 2020. Melalui tulisan
ini saya ingin berterimakasih kepada buku-buku yang telah menemani saya melalui
masa penuh kekhawatiran di 2020 dan menjadikan saya dengan semua perspektif
yang saya miliki saat ini. Buku telah banyak merubah perspektif terutama
tentang bagaimana saya dalam menghadapi masalah.
Saat menulis tulisan ini di bulan April 2021, Alhamdulillah tidak semua kekhawatiran yang saya rasakan menjadi kenyataan, saya memiliki peluang untuk bekerja keras merubahnya. Saat ini saya sudah bekerja sebagai perawat di ruang isolasi COVID-19 di salah satu rumah sakit jiwa di Jawa Tengah. Saya sudah berhasil mengambil langkah pertama saya. Semoga tetap diberikan keyakinan dan ketenangan hati untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya. Segala pengalaman selama pandemi dan perspektif yang saya peroleh dari buku-buku yang saya baca, menjadikan saya dapat lebih menikmati berbagai stressor yang datang dan mencoba untuk lebih memahami saat akan menyelesaikannya.
Membaca buku tidak semata untuk
meningkatkan informasi yang berguna meningkatkan kualitas hidup. Bagi saya,
setiap buku secara ajaib bagaikan puzzle yang memiliki makna masing-masing
namun saling melengkapi sehingga menciptakan kita yang lebih ‘utuh’. Semoga
kebiasaan membaca ini akan terus menjadi bagian hidup dari saya. Saya tidak
sabar petualangan dan perspektif baru apa yang akan saya peroleh dari buku-buku
selanjutnya. See you on a golden time.
*Tulisan ini saya tulis untuk mengikuti sayembara kreatif yang diselenggarakan Gramedia Pustaka Utama dengan tema "Aku, Buku dan Perjalanan Beradaptasiku". Semoga aku beruntung ya.
Comments
Post a Comment