Review Buku The Defining Decades Oleh Meg Jay



Hal penting apa yang harus dilakukan individu usia 20-an?

Apa pentingnya melakukan hal tersebut saat usia 20-an?

Melalui buku ini, Meg Jay berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Meg Jay adalah seorang Psikolog Klinis, dan Associate Professor Human Development di University of Virginia, yang berspesialisasi dalam perkembangan orang dewasa dan khususnya pada individu usia 20-an. Sehingga sebagain besar narasi permasalahan dalam buku ini adalah berdasarkan pengalaman praktik konselingnya.

Buku ini dibuka dengan berbagai argument Jay yang berusaha mematahkan opini bahwa usia 30-an adalah usia 20-an yang ‘baru’. Jay menyatakan “Your thirty is not the new twenty”. Beberapa individu usia 20-an memiliki anggapan bahwa rentang usia tersebut adalah kesempatan untuk bersenang-senang serta mengeksplorasi ini dan itu. Baru pada usia 30-an kita perlu menjadi lebih serius tentang kehidupan, kita perlu mulai membangun karir yang stabil, membangun hubungan yang lebih serius, ataupun memikirkan dana pensiun kita. “There is a big difference between having a life in your thirties and starting life in you thirties”

Melaui buku setebal 256 halaman yang terbagi menjadi 3 bahasan pokok : Work, Love, dan The Brain and The Body ini, Jay akan membagikan argumenya tentang apakah usia 20-an memang sebebas dan usia 30-an seserius itu dalam beberapa aspek kehidupan.

Work

  • Terutama saat memulai berkarir, individu usia 20-an mungkin merasakan krisis identitas seperti mempertanyakan apakah pekerjaan yang kita kerjakan adalah yang tepat dan sesuai dengan ideal diri hingga mempertanyakan perlukah kita mengekplor berbagai pekerjaan lain. Disini Jay menjelaskan perlunya menyeimbangkan krisis identitas tersebut dengan identity capital. Identity capital adalah kumpulan dari investasi yang kita lakukan pada diri kita sehingga membentuk siapa kita hari ini, seperti gelar professional, pekerjaan, portofolio, bagaimana cara kita menyelasaikan masalah, bagaimana kita berpenampilan, dsb. Dibanding hanya berdiam dan mempertanyakan tepatkah keputusan karir yang diambil, Jay mengajak individu 20-an untuk berani melakukan sesuatu bagi karir kita, terutama melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan ‘nilai’ pada suatu bidang yang kita rasa penting bagi kehidupan professional kita. Tidak apa jika mengalami beberapa kekurangan, karena hal tersebut tetap membentuk identity capital kita. Meskipun belum sempurna, apapun yang kita usahakan tersebut tetap akan menjadi bagian dari resume, portofolio dan membentuk attitude kita bukan? “You can’t think your way through life. The only way to figure out what to do is to do something”
  • Weak Ties. Jay menjelaskan dalam sebuah hubungan ada yang dikenal sebagai strong ties relationship dan juga weak ties relationship. Strong ties didefinisikan sebagai hubungan sosial kita erat dengan orang-orang terdekat seperti, keluarga, teman sekamar, ataupun sahabat. Sebaliknya weak ties didefinisikan hubungan kita dengan individu lain yang mungkin kita tahu atau kenal namun tidak terlalu dekat, seperti teman yang sudah kehilangan kontak beberapa waktu lalu. Hubungan interpersonal yang hangat memang penting, namun Jay menyampaikan justru weak ties relationshiplah yang memberikan dampak yang cukup signifikan bagi individu usia 20-an. Weak ties dirasa memberikan interaksi hubungan yang lebih fresh dan memberikan lebih banyak kesempatan-kesempatan baru yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. “Our initial feeling of being part of group becomes a sense of disconnection with the larger world” “People we know the least well who will be the most transformative”
  • Selanjutnya Jay juga membahas adanya narasi bahwa individu usia 20-an memiliki pilihan hidup yang tak terbatas, dimana kita dapat melakukan atau mengerjakan apapun dan tidak ada yang mustahil untuk kita dilakukan. Jay menyatakan narasi tersebut terkadang malah menjebak. Hal tersebut membuat individu usia 20-an memiliki harga diri yang tinggi sehingga kita tidak berkenan melakukan sesuatu yang ‘biasa’. Perspektif ini yang pada akhirnya hanya membuat kita berdiam ditempat. Contohnya saat individu tersebut tidak kunjung memiliki pekerjaan karena merasa kita dapat melakukan pekerjaan lain yang lebih baik. Tidak ada yag salah dengan keinginan memilih pilihan terbaik versi kita, namun Jay menyarankan kita sebaiknya memulai dari hal-hal mendasar yang mungkin terlihat ‘biasa’ bagi kita, karena bukankah kehidupan kita massih terus berjalan dan masih dapat diubah dan diperbaiki? Lagipula tidak ada yang benar-benar tak bermakna, berbagai rincian kegiatan kita tetap dapat membangun identity capital kita bukan? “If we only wanted to be happy, it would be easy, but we want to be happier than other people, which is almost always difficult, since we think them happier than they are”

Love

  • Tidak benar atau salah di usia berapa kita memutuskan untuk memulai hubungan cinta yang serius ataupun menikah, namun Jay menekankan untuk memulainya di usia 20-an. Kenapa? “Being choosy about the right things when you can still think clearly about claiming your life” Menurut Jay, pada usia 20-an ini kita memiliki kemampuan dan kesempatan untuk melihat dan memilih dengan lebih baik tentang siapa pasangan kita, bagaimana kehidupan pernihakan sehat menurut kita, dsb. Sebelum usia 20-an, individu dianggap belum memilki perspektif mendalam, sedangkan di usia tiga puluhan ada cukup banyak yang perlu dilakukan disana belum lagi kemungkinan adanya tekanan sosial tentang pernikahan. "Good relationship don’t just appear when we are ready. It may take a few thoughtful tries before we know what love and commitment really are”.
  • Pernikahan juga adalah tentang memilih keluarga. Jangan melupakan saat kita menikah kita juga akan menjadi bagian keluarganya, sehingga memahami keluarga pasangan adalah sebuah keharusan. Dan yang terpenting kita juga perlu memperhatikan bagaimana kita nantinya juga akan memilih keluarga seperti apa yang ingin kita bangun.
  • Tinggal bersama sebelum menikah bukanlah ide yang bagus. Kenapa? Karena meskipun tanpa komiten hal tersebut akan menyebabkan kita sulit jika ingin keluar dari circle tersebut akibat adanya perasaan ‘terlanjur’.
  • “The more similar two people are, the more they are able to understand each other”. Pasangan yang mirip dalam beberapa aspek, menunjukkan kepuasan yang tinggi dalam hubungan, Perlu digaris bawahi, dalam beberapa aspek ya. Jay sendiri membagi hal tersebut dalam dua kategori deal breakers dan match makers. Deal breaker adalah ‘what we want’, apa yang kita rasa harus ada dari pasangan kita, aspek ini mungkin akan membuat kita bersama tapi tidak menjamin kita bahagia. Sedangkan match makers adalah ‘who you are’, siapa dan bagaimana kita atau dengan kata lain kepribadian kita. Jay menyarankan kita untuk lebih mempertimbangkan match makers, dengan melihat apakah kepribadian kita cocok dengan pasangan kita. Ia menyarankan mengetahui kepribadian kita menggunakan The Big Five (perlu dicoba nih). Apabila memang terdapat beberapa ketidakcocokan, harapannya pun kita dapat lebih ‘aware’ dalam menyelesaikan perselisihan yang mungkin terjadi.

The Brain and The Body

  • Di usia 20-an kita memiliki kecenderungan mengingat dan merespon hal-hal negatif dibandingkan hal-hal positif. That’s okay. Stop, take a breath, step back, we always have time to fight again. Itu adalah bagian dari emosi yang perlu dirasakan manusia bukan? “We may not have had control over every situation, but we could control how we interpreted them and how we reacted to them”
  • Kepercayaan diri datang dari luar ke dalam. Kita akan mendapatkan kepercayaan diri saat kita berhasil melakukan tugas-tugas kita. Tenang tidak harus tugas yang besar, dan tidak harus harus selalu berhasil kok. Sehingga Jay menyarankan daripada berusaha mengulur waktu untuk ‘mengumpulkan’ kepercayaan diri saat akan mulai melakukan sesuatu, mari coba breakdown tujuan kita menjadi poin-poin tujuan lebih kecil dan realistis, setiap kita berhasil melakukannya, tidak peduli seberapa kecil hal tersebut, tentunya akan membuat kita lebih percaya diri.
  • Do the Math. Individu usia 20-an memiliki kecenderungan mengalami present bias, yaitu ketidakmampuan memiliki bayangan masa depan seperti apa yang harus dihadapi. Tidak ada yang salah jika memiliki keinginan menikmati usia muda, namun perlu diingat kita tidak hanya hidup untuk saat ini bukan? Coba sejenak pikirkan kondisi pensiun kita, pendidikan anak kita, dsbnya kemudian tarik kebelakang hingga usia kita saat ini. Apa yang perlu kita mulai lakukan sekarang? “Doing something later is not automatically the same as doing something better”

 



Setiap individu memang memiliki timelinenya masing-masing, the things are moving the way they’re supposed to and in their own time. Namun kita juga perlu berusaha melihat kedepan dengan perspektif yang lebih luas. Jangan sampai menunda apa yang sudah menjadi tanggung jawab perkembangan kita di usia 20-an. Menunda untuk tidak melakukan dan belum mendapatkan hasil meskipun telah berusaha adalah dua hal yang berbeda bukan? “Not making choices is a choice all the same”

Ide utama yang diangkat dalam buku ini menurut saya cukup unik, karena membahas secara khusus individu usia 20-an. Saya sebagai individu usia 20-an merasa banyak hal yang bisa saya pelajari dari buku ini dan juga diingatkan beberapa aspek penting yang secara tidak sadar belum atau lupa saya lakukan. Saya pikir individu usia 20-an perlu membaca buku ini, sehingga paling tidak dapat memperoleh sedikit perspektif apa yang bisa dan seharusnya dilakukan dalam rentang usia ini. Tapi kembali lagi kita adalah yang paling memahami kehidupan kita, mungkin tidak semua hal dalam buku ini dapat langsung kita terapkan, and that’s okay. Do what works for you. You do you.

 

 

“The future isn’t written in the stars. There are no guarantees. So claim your adulthood. Be intentional. Get to work. Pick your family. Do the math. Make your own certainty. Don’t be defined by what you didn’t know or didn’t do. You are deciding your life right now.”




Link untuk intip dimana aku beli buku rekomen yang selalu aku buat reviewnya, bisa cek di msha.ke/riankusumaa/ 

Comments

Popular posts from this blog

Review Buku Into The Magic Shop Oleh James R. Doty

Review Buku The Psychology of Money oleh Morgan Housel

Betapa Kita Begitu Dicintai, Review Buku Secret of Divine Love oleh A. Helwa